Ghul-ghul, Pertunjukan Tahun 80an

Ghul-ghul, Tatenggun Masyarakat Mandala Tahun 80-an

Ghul-ghul, Tatenggun Masyarakat Mandala Tahun 80-an

Mandala merupakan sebuah nama kampung yang ada di Desa Gadu Barat Ganding Sumenep Madura. Sebuah dusun yang terletak di kaki bukit Ganji ini mempunyai kebudayaan dan kesenian yang beraneka ragam, namun banyaknya macam budaya di kampung tersebut bertambah tahun menjadi semakin terkikis, mungkin terbawa arus globalisasi yang dewasa ini mempunyai dampak yang sangat besar bagi kehidupan manusia termasuk tidak dilestarikannya budaya.

Salah satu kesenian kampung Mandala yang tahun 2000 an ini sudah langka dilihat adalah kesenian Ghul-ghul. Menurut masyarakat yang hidup tahun 80-an saat penulis wawancarai, kesenian Ghul-ghul ini sangat digemari oleh masyarakat Mandala kala itu, bahkan kesenian ini dijadikan pertunjukan atau pagelaran, dalam istilah masyarakat Mandala disebut Tatenggun.

Maos jugan

Ghul-ghul merupakan kesenian masyarakat yang di dalamnya diisi dengan Ngejung atau menyanyikan syair berbahasa Madura, diiringi oleh lantunan merdu musik yang suaranya dihasilkan dari tabuhan gendang, dhung-dhung dan suara trompet oleh kurang lebih 7 orang, dan  yang menjadi pusat perhatiannya adalah dimeriahkan oleh pencak silat berpakaian adat Madura yaitu pakaian sakera yang membawa celurit dan pecot (cambuk), hal tersebut menambah keseruan pertunjukan saat masyarakat melihatnya.

Pertunjukan Ghul-ghul biasanya dilaksanakan pada malam hari, yaitu dimulainya ba'da isya'. Selama beberapa jam di awal hanya Ngejung (bertembang) dan tabuhan musik yang dilanntunkan, dan bila sampai jam 22.00 atau kalau jam sapolo (10) istiwak malam kata orang Mandala baru pencak silatnya tampil menambah kesyahduan pagelaran tersebut, dan menurut mereka, jam 22.00 ini yang ditunggu-tunggu masyarakat. Diketahui bahwa pertunjukan Ghul-ghul ini berakhir sekitar jam 00.00.

Maos jugan

Diceritakan oleh beberapa informan yang merupakan masyarakat Mandala saat penulis wawancarai, bahwa Ghul-ghul ini dihelat dari rumah ke rumah, karena pertunjukan Ghul-ghul dikemas dengan kompolan, jadi setiap anggota kompolan ini gantian menggelar seni Ghul-ghul. Masyarakat kala itu sangat senang bahkan sangat begitu antusias menonton pertunjukan itu.

Pedagang kaki lima juga turut memeriahkan kegiatan seni tersebut, mereka bisa meraih keuntungan dengan menjual makanan khas Mandala tentunya seperti menjual Camba-kropok, cennil, korket, los-elos, gettas dan lain-lain. Menurut beberapa informan, waktu itu pedagang tidak menjual ragam barang mainan anak seperti sekarang.

 

Tulisan ini ditulis berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa masyarakat Mandala. Barangkali tulisan ini harus dilengkapi, diberi masukan, kritikan dan saran sehingga menemukan dan mendapatkan informasi yang lengkap

 

*Ramadhani merupakan mahasiswa program studi Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Raudlatul Iman (STIDAR) Sumenep

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak