Mendalami Ketubuhan dan Kebutuhannya


MENDALAMI KETUBUHAN DAN KEBUTUHANNYA

 

Catatan Pertunjukan Teater

"Nomenklatur"

Forum Aktor Sumenep

Parade Teater Jatim 2022

 

Teater adalah ruang proses sekaligus aksi nyata dari perjalanan tubuh. Maka tidak heran teater selalu dibilang abstrak dan segmented (terbatas penikmatnya). Sebab dalam teater kita tidak henti-henti dihadapkan pada kenyataan yang asli dan murni dari hidup ini: ironi, suka-cita, tragedi serta segala masalah kemanusiaan yang tidak akan pernah usai selama waktu masih bergulir. Setiap hari orang teater terus menyerap dan mengolah realitas hidupnya di dalam tubuh (pikiran, rasa, jiwa, tindakan): sungguh wilayah-wilayah yang memang tidak akan mudah dipahami setiap orang. Orang teater itu gila kata banyak orang. Saya setuju dengan segala kejujuran yang saya punya.

 

Dalam pertunjukan "Nomenklatur" oleh Forum Aktor Sumenep (19 November dalam Parade Teater Jatim 2022) kemarin pun tidak lepas dari persoalan demikian. Saya sebagai pemain merasa selama proses latihan, hari H dan pasca pertunjukan adalah upaya menyampaikan yang kami rasakan sehari-hari selama ini. Kepada penonton kita "bicara" tentang kebenaran nama-nama apapun yang terdapat dalam setiap kepala manusia serta seluruh problematika yang dihadapinya. Sebagai kelompok yang lolos kurasi (termasuk 6 terpilih dari 16 kelompok) tentu kami senang berkesempatan tampil. Tapi sebagai pikiran ini masih belum selesai; ada yang kurang sebagai catatan, ada yang terlupa dari perjalanan. Saya merasa separuh --atau mungkin hampir seluruh-- tubuh saya dihantui perasaan itu.


Maos jugan

 

Pertunjukan teater akan berhasil ketika ia benar-benar terjadi sebagai kerja kolektif dan total. Sayangnya di "Nomenklatur" saya pikir kami sangat jauh untuk menjadi "seperti" itu. Selama berhari-hari, berminggu-minggu saya cari; baru sekarang saya temukan. Mungkin yang luput dari kami (sebagai pemain dan tim produksi) adalah fondasi utama proses teater yakni ketubuhan dan kebutuhannya. Mulai dari makna tubuh secara detail sampai pada kebutuhan tubuh dalam menjalani proses menuju pertunjukan. Memang, teater Madura berbeda dari teater daerah lain; dan jangan membaca teater Madura dengan pendekatan teater lain. Teater Madura tidak seperti Jepang, Cina, America dll yang sangat disiplin dalam latihan dan perfect secara garapan. Lalu masalahnya dimana? Saya merasa sama sekali tidak total dalam "Nomenklatur". Saya berusaha sebisa mungkin tapi apalah daya, seluruh unsur teater kala itu seperti berjalan sendiri-sendiri tanpa kesadaran bahwa "Nomenklatur" pergi berangkat bersama dan jelas (namanya rombongan) arah dan titik koordinat yang sama: "satu" --meski setiap pemain memiliki gaya, karakter dan pemaknaan masing-masing terkait tema pertunjukan yang dibawakan.

 

Kalau kita usut berdasar emosi karena terpojok dan kita tidak terima bahwa totalitas itu tidak ada, pasti ujung-ujungnya hanya mentok pada urusan teknis semisal durasi latihan yang terbatas, media latihan yang tidak memadai, tuntutan nama kelompok yang dihantui kata "forum aktor", terlalu menebak-nebak buta kemungkinan penonton, pendalaman gagasan yang belum tuntas dan banyak lagi. Lalu apa arti teater, dimana makna tubuh yang sejatinya selalu siap-tanggap menjalani tantangan kenyataan, apa saja yang kita persiapkan sebagai team work dengan segala kebutuhannya?


Maos jugan

 

Apa saja kebutuhan tubuh? Ini tambah rumit kalau hanya berhenti pada persoalan wacana tanpa refleksi person dan keberterimaan bahwa "teater kami gagal". Kebutuhan tubuh akan jadi penting kalau makna dan segala persoalan ketubuhan ditemukan dan tuntas dalam pikiran dan laku hidup seseorang. Mungkin pernyataan ini terkesan songong bahkan sotoy. Tapi itu yang sungguh saya rasakan. Barulah kebutuhan tubuh, panggung, estetika, bedah gagasan perlu dicari, disusun dan eksekusi. Pastilah tubuh butuh kejujuran menangkap ide pertunjukan, menyerap prolog sutradara, memberi-menerima gesekan emosi dengan kawan (sesama pemain); tubuh juga butuh kerelaan atas asupan nutrisi spirit dari alam setiap waktu. Tubuh wajib butuh keberpasrahan-keberserahan pada kuasa waktu (tuhan, semesta) dalam menyatakan diri sebagai laku teater adalah laku kehidupan. Biar tidak tambah ngawur, selebihnya mari kita obrolkan lebih tenang dan dalam.

 

Language 2022

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak