KESEKIAN KALI
Salahkah aku membenci orang yang bersamaku dari kecil?
Padahal
dia berkhianat dengan mulut manisnya
Pantaskah
aku tidak membencinya?
Padahal
dia mendua dengan wajah tak bersalah
Tak
bolehkah aku kecewa padanya?
Padahal
ini sudah kesekian kalinya
Ucapan
yang keluar dari mulutnya
Kini
sudah kutak percaya
Aku
muak dengan semuanya
Lalu
aku harus bagaimana?
Memberi
satu kesempatan?
Padahal
dua kesempatan telah aku haturkan padanya
Menyerah?
Tidak,
biarkan Tuhan yang menentukan
Aku
dan dia tetap bersama atau berpisah
Maos jugan
- Puisi Madura Sorat Ibrahim
- Agantong Kakapper Sabellun Pajjar
- Ngosap Dhadha, Nyangkole Kerrong
- Sanja' Irman Hermawan: Pangarep Taresna
- Tase’ Tadha’ Omba’, Faidi Rizal Alief
MEREMUK
KEPERCAYAANKU
Aku
benci setiap hal yang keluar dari mulutmu
Rayuan
manis untuk membujukku
Perkataan
yang mengatas namakan nyawamu
Beribu-ribu
janji yang kamu ucapkan
Kebohongan
yang kamu katakan
Aku
benci semua itu
Aku
muak
Asal
kamu tahu:
Rangkaian
kata manismu
Menusuk
lukaku semakin dalam
Pengkhianatan
banggamu
Merobek
kalbu
Beribu-ribu
kebohonganmu
Menghancurkan
semuanya
Lalu,
kamu berkata aku harus bisa bertahan?
Tolong!
Aku tidak mengerti kurang sabar apa lagi diriku
Aku
tanya:
Masih
tak sadar kah betapa egoisnya dirimu?
Masih
tak sadar kah betapa munafiknya dirimu?
KINI
RUMAHKU HANCUR
Ke
mana aku harus pulang?
Rumah
yang kubangun kini hancur berantakan
Ke
mana aku harus kembali?
Sedangkan
tempat kembaliku kini saling kehilangan kepercayaan
Ke
mana rumahku yang dulu?
Kenapa
kini:
Keharmonisan
berganti sunyi
Ketenteraman
berganti pertengkaran
Suara
canda dan tawa kini tak terdengar
Ke
mana hilangnya itu semua?
Kenapa
hanya tangis dan pertengkaran yang ada
Kenapa
hanya keasingan yang menyerta
Kenapa
kepercayaan yang menjadi pengikat kini telah musnah
Kenapa?
Kenapa?
PAHAMILAH
DIRIKU
Kau
bilang egois?
Kau
tak akan tahu:
Kekejaman
yang aku tahan demi ketenteraman
Kecewa
yang aku pendam demi keharmonisan
Tangis
yang aku tahan demi kenyamanan
Maka
aku mohon diam
Kau
tak tahu rasanya menangis dada sesak tak bisa bernapas
Kau
tak tahu rasanya tertawa di balik kehancuran
Kau
tak tahu rasanya tersenyum saat menahan tangis
Kau
tak tahu apapun
Karena
itu diamlah
Kini
aku sungguh hancur
Jadi
aku mohon pahamilah diriku
Jika
tak bisa
Setidaknya
tolonglah diam
SIAPA
YANG AKAN KUPILIH?
Kali
ini sungguh runtuh
Aku
tak tahu ke mana aku akan pergi
Aku
tak tahu siapa yang akan aku pilih
Aku
tak tahu apa yang selanjutnya akan terjadi
Air
mata tak kunjung terhenti
Sesak
terus menggerogoti
Mental
ciut
Pikiran
berantakan
Keharmonisan
sudah berganti pertengkaran
Tali
pengikat putus
Cinta
kini meluntur
Apa
yang akan aku lakukan?
Memilih
di antara keduanya dianggap tak adil
Memilih
keduanya pun mustahil
Lalu
aku harus bagaimana?
Maos jugan
- Cerpen: Sumur Kenangan
- Mulut Orang dan Ucapan Neng Fai
- cerpen: Kutukan Malam
- CERPEN MAJANG
- Cerpen: Kota Tua dan UK
TAK
SEMUA ANAK SEPERTIMU
Jika
dihadapkan untuk memilih antara ayah dan ibu
Siapa
yang akan kamu pilih?
Ayah?
Laki-laki
pertama yang kita cintai
Ibu?
Seseorang
yang mengandung, melahirkan dan merawat Kita
Kutanya:
Sanggupkah
kamu memilih di antara keduanya?
Relakah
kau berpisah dengan salah satu di antara mereka?
Padahal
kebahagiaanmu, tempat pulangmu,
Tempat
ternyamanmu ada pada mereka
Namun,
kuharap
Kamu
tidak akan dihadapkan dengan pilihan yang amat sulit ini
Berbahagialah
dengan mereka
Karena
tak semua anak memiliki keluarga cemara sepertimu
Mufidatul Aini, lahir di Batang Batang. Saat ini ia duduk di kelas sembilan (IX) SMP Nurul Jadid Batang Batang. Suka membaca dan baru belajar menulis.