Dalam hidup, pasti ada yang namanya musibah, dan hal itu biasa disebut pandemi. Di Indonesia, pandemi bukan hal baru apalagi di dunia Islam, sebab beribu-ribu abad tahun yang lalu—sebelum Nabi Muahmmad Saw—pandemi banyak menimpa kaum-kaum Nabi yang lain. Hal ini seolah menegaskan bahwa pandemi bukan teman yang baru bagi umat manusia yang notabene menjadi objek dan subjek bagi pandemi itu sendiri. Sehingga tidak perlu risau dan heran bila di masa sekarang pandemi kembali hadir dengan bentuk yang berbeda. Momentum kali ini tentu berbeda cara mengatasinya dengan pandemi di masa lampau. Dan inilah yang harus disikapi dengan bijak oleh subjek yang bersangkutan, sehingga dengan adanya gerakan tersebut tidak akan menambah risau banyak manusia.
Inilah
fenomena yang sedang kita hadapi bersama, pademi yang enggan berkesudahan.
Telah banyak upaya yang dilakukan instansi nasional untuk menghilangkan pandemi
corona virus dairase atau covid-19. Akan tetapi dari upaya tersebut
tidak ada hasil positif yang didapatkan. Seolah-olah pandemi ini menjadi simbol
berakhirnya siklus kehidupan manusia, sebab banyak statemen yang menciut bahwa
keberlangsungan hidup manusia ditentukan oleh berakhirnya covid-19.
Adanya
instansi nasional yang gencar melakukan vaksiansi setelah pembatasan bersekala
besar (PSB) tidak memiliki dampak signifikan. Vaksinasi seolah menjadi harapan
umat manusia, karena dampak yang dihasilkan vaksin banyak bernilai positif dan
signifikan. Akan tetapi dari beberapa golongan ada yang tidak sejalan mengingat
vaksin dibuat oleh umat non-muslim. Ketidaksejalanan ini yang menjadi new
problem karena ada berpraduga bahwa vaksin bercampur dengan benda-benda
anajis atau haram.
- Lukisan Musim Lalu
- Final Indonesia V Thailand
- Maulid Nabi Dan Santunan Anak Yatim
- Muhtadi ZL: Jarak yang Kukejar
Namun,
hal ini bisa menjadi momentum yang pas. Sebab dengan kehadiran buku ini. Buku
yang memiliki solusi bagi setiap kalangan, terelebih umat Islam dalam mengatasi
pandemi. Dengan hadirnya buku Fikih Pandemi dalam Islam menjadi sebuah solusi kongkret yang relevan
dengan kondisi. Oleh karena itu, refleksi manusia bisa menguji kebenaran dan
kenyamanan bersosial secara humoris dan penuh toleransi. Di ranah ini, buku ini
semakin memiliki point yang komprehensif lagi aktual dengan realita yang ada.
Buku yang tidak teramat tebal ini
mengajak pembaca untuk menjadi manusia yang tidak buta hati dan mata. Pandemi
yang meresahkan tidak harus menjadi berpecahnya setiap individu dengan individu
lainnya. Sikap toleransi menjadi sebuah pilihan yang tidak bisa dipungkiri,
mengingat sesama manusia—adanya pandemi—saling menjauhi karena dianggap
personal lain mengidap covid-19. Dan hal inilah yang harus disikapi dengan
bijak oleh setiap manusia saat ini.
Tuhfaf ar-Raghibin fi Bayan Amr
ath-Thawa’in yang tak lain judul asli dari buku
ini tidak mengajak pembaca untuk menjadi manusia yang ahli di bidang kedokteran
melainkan akan mengajak pembaca untuk menjadi insan yang toleransi dengan tidak
saling menuduh (shu’udzan) terhadap individu lain. Karena di dalam buku
ini, kita akan mengetahui bahwa Umar bin Khattab—sahabat Nabi—membatalkan
kunjungannya ke Syam tepat di tengah perjalanan. Pun juga akan mengajari anda
bagaimana menjalakan protokol kesehatan menurut Islam.
Sehingga tidak heran bila, Zainunddin
Abu Yahya Zakaria bin Muhammad bin Ahmad bin Zakaria al-Anshari, atau Zakaria
al-Anshari menulis kitab (buku) ini demi memberikan pemahaman singkat
tentang bagaimana Islam menangani tha’un (musibah) di masa lalu. Meski
sejatinya kitab ini adalah ringkasan dari maha karya gurunya¸ al- Hafiz Ibnu
Hajar al-Asqalani dari kitab “Badzl
al-Ma’un fi Fadhl ath-Tha’un” dengan
kejelian yang mendetail membuat buku ini ringan untuk dibaca oleh siapapun
karena sudah difilter dari induk kitab wabah.
Maos jugan
Ketelitian, Zakaria al-Anshari,
semakin kompatibel dengan meletakkan sumber hadits Nabi dan nash-nash
al-Qur’an. Sehingga buku ini sangat layak dihidangkan kepada petugas covid-19
karena selama pandemi merekalah yang sering turun lapangan hingga mengorbankan
jiwa demi sesama manusia. Menjaga diri di tengah terjadinya wabah dari hal-hal
yang disarankan oleh para tabib. (hal.87) dari itulah mereka yang gugur di
lapangan menjadi bukti nyata bahwa mereka tidak memikirkan nasib mereka
sendiri, karena sosialisme mereka sudah terbangun kuat untuk membantu sesama.
Kehadiran buku ini seoah menjadi tanda
akan perkembangan Islam di masa lalu tentu menjadi sebuah pedoman untuk
mengikuti arus jalan kehidupan yang kadang tidak tentu arah dan berliku-liku.
Di sinilah letak kebaikan buku ini hadir, menghadirkan sesuatu yang lama dan
relevan dengan keadaan sekarang. Sehingga sangat layak jika buku yang mudah dan
praktis ini menjadi sebuah sandaran bagi insan kedokteran dalam menangani
covid-19 yang tentunya akan berakhir jika tetap semangat melakukan yang terbaik
buat bangsa dan diri sendiri.
Data Buku
Judul Buku: Fikih Pandemi dalam Islam
Pengarang: Zakaria al-Anshari
Penerbit: PT. Rene Turos Pustaka
Tahun Terbit: Cet. I, Oktober 2020
Tebal Buku: 14x21 cm +192 Halaman
ISBN: 978-623-7327-47-9
**Penulis Gedangan, Sukogidri, Ledekombo, Jember dan alumnus Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Guluk-Guluk Sumenep Jawa Timur. Aktif di Komunitas Penulis Kreatif (KPK)-Iksaj, Komunitas Cinta Nulis (KCN)-Lubsel, Lesehan Pojok Sastra (LPS)-Lubangsa serta Pemangku Komunitas Sangkar Kata. Tulisannya berupa esai, opini, resensi, cerpen dan puisi telah termuat di pelbagai media online-offline. Bisa berkomunikasi lewat surel: azzamdy09@gmail.com /IG: muhtadizl.09.