Tentu saja kita telah berkenalan dengan cerpen (cerita
pendek) dimana beberapa hal mendasarnya sudah kita ketahui di luar kepala,
seperti, tema, Tokoh atau penokohan,
alur cerita, Latar, gaya Bahasa, sudut pandang dan amanat. Hal-hal tersebut
sudah menjadi unsur penting yang tidak bisa dihilangkan, atau ditinggalkan
tatkala menulis cerita pendek.
Nah, kemudian setelah hal mendasar tersebut, ada
beberapa yang cukup menarik untuk dijadikan pijakan agar tulisan karya kit aitu
menjadi lebih energik, yaitu Pilihan Kata atau Diksi serta Gaya Bahasa.
Dalam penulisan cerpen, "pilihan kata" atau
disebut juga dengan "diksi" adalah pemilihan kata-kata yang tepat dan
efektif untuk menggambarkan suasana, karakter, dan emosi dalam cerita. Pilihan
kata sangat penting karena dapat memengaruhi bagaimana pembaca memahami dan
merasakan cerita.
Penulis cerpen menggunakan diksi untuk menciptakan
nuansa tertentu, memperkuat tema, dan menggambarkan karakter serta setting
dengan lebih jelas. Pilihan kata yang tepat dapat membuat cerita lebih hidup,
menarik, dan mampu membangkitkan emosi pembaca. Misalnya, memilih kata
"mendung" daripada "berawan" bisa memberikan kesan suasana
yang lebih muram atau sedih.
Ada beberapa Teknik agar, kita lebih mudah menemukan
diksi yang tepat.
Pertama, Pahami tujuan cerita dan emosi yang ingin
disampaikan. Cerita pendek yang hendak kita buat, itu akan bercerita tentang
apa, great emosinya seberapa, sehingga diksi-diksi yang dihadirkan pun
menyesuaikan dengan hal tersebut.
Kedua, kenali dan pahami karakter dan setting cerita.
Dua hal pertama akan sangat berpengaruh pada bangunan cerita pendek yang akan
ditulis, ada banyak karakter manusia yang terkadang polos, tapi menyeramkan,
kadang bermuka brewok, terkesan sangar, namun masih bisa nangis, dan lain
sebagainya. Contohnya..
“Reng-oreng anya-tanya ‘Badha apa?’
‘arapa’ ban laen samacemma. Kacong ganeko ekekke’ olar Kaber polana nyare
tembung se ebateggagi kancana eteppa’na amaen bung-tembungan. Tembung
ganeko pajat andhi’na Kacong, ana’na Dulla. Kacong ganeko sabendherra pon ta’
ebagi aen-maenan kaloar roma, balik esoro nenggu tipi, amaen game hapi,
tape Kacong ganeko terro along-polonga ban barengnga, ban ca-kancana se
lar-nalar ka kajuwan, nae’ bungkana accem, nae’ bungkana duwa’, kadhang nae’ ka
bungkana monyet, daddina Kacong ganeko terro keya se kalowara dhari romana.
Terro taowa ka lam-alaman se badha eseddi’na romana. Terro ajalana ka
gar-pagar. Biyasana lakar ta’ ebagi ajalanan. Dulla ban binena pajat agasegan
ta’ magiyan kalowaran ka Kacongnga. Bila Kacong ganeko nolonga berrem, eppa’na
otaba emma’na ngoca’ “Jangan, nak. Jijik. Tuh ada banyak ulatnya.
Ekaromo’ lala’ cong!” otaba bila entara ka pagar emma’na ngoca’ “Jangan. Ada
ular. Ella, cong! Ella! Ella!” ban agasegan abahasa Indonesia. Akadiya. “Jangan”
“Bukan seperti itu, nak. Aiii” “Tidak baik sayang…” tor
kalemat-kalemat se laen. (Ejapa. Mat Toyu. Lalampan.com)
Ketiga, Perkuat Imaji dan Simbolisme: Gunakan diksi
yang mampu menciptakan imaji visual, auditori, atau sensorik yang kuat dalam
pikiran pembaca. Pilih kata-kata yang mampu memancing indra pembaca sehingga
mereka bisa "melihat," "mendengar," atau
"merasakan" apa yang terjadi dalam cerita. Simbolisme juga bisa
ditingkatkan dengan pilihan kata. Misalnya, kata "kabut" bisa menjadi
simbol ketidakjelasan atau kebingungan.
Keempat, Gunakan Teknik Asosiasi dan Konotasi: Pilihan
kata yang baik sering kali didasarkan pada asosiasi atau konotasi yang
dibawanya. Kata-kata tertentu membawa makna tambahan atau rasa tertentu di luar
makna harfiahnya. Misalnya, kata "rumah" bukan hanya berarti tempat
tinggal, tapi juga bisa bermakna kenyamanan, kehangatan, atau perlindungan.
Kalau dalam Bahasa madura, kita bisa menggunakan peribahasa, ya Parebasan Basa
Madura. Balarak Kolare Tarebung Manyang, Baras Mare Tedhung Nyaman. Mara
tep-kotep cellot, ban laen samacemma.
Kelima, Banyak membaca; sehingga penulis berjumpa
berbagai kosakata, menyerapnya untuk dijadikan tabungan diksi yang bisa
digunakan ketika hendek menulis. Selanjutnya beralih pada Gaya Bahasa.
GAYA BAHASA
Gaya bahasa adalah cara seorang penulis menggunakan
bahasa untuk menyampaikan pesan, emosi, dan suasana dalam tulisannya. Gaya
bahasa melibatkan pilihan kata, struktur kalimat, penggunaan majas (figuratif),
ritme, nada, serta pola tertentu yang membuat tulisan menjadi unik dan
ekspresif.
Gaya bahasa sangat penting dalam sebuah karya sastra,
termasuk cerpen, karena dapat memengaruhi bagaimana pembaca merasakan dan
memahami cerita. Gaya bahasa bisa membuat cerita terasa lebih hidup, menarik,
dan mampu membangkitkan imajinasi serta emosi pembaca.
Unsur-unsur dalam Gaya Bahasa
Diksi: Pemilihan kata yang tepat dan sesuai dengan
suasana atau karakter dalam cerita.
Struktur Kalimat: Susunan kata dan kalimat yang
digunakan untuk memberikan efek tertentu, seperti kalimat pendek untuk
menciptakan ketegangan atau kalimat panjang untuk membangun deskripsi yang
mendalam.
Majas (Gaya Bahasa Figuratif): Penggunaan kiasan atau
ungkapan yang tidak harfiah untuk memperindah bahasa, seperti metafora, simile,
personifikasi, hiperbola, dan lain-lain.
Nada dan Suara: Nada adalah sikap atau perasaan
penulis terhadap subjek atau pembaca, sementara suara adalah keunikan penulis
yang terlihat dari cara mereka menulis.
Irama: Irama atau ritme dalam tulisan yang diciptakan
melalui pengulangan kata, frasa, atau pola tertentu dalam kalimat.
Contoh Penggunaan Gaya Bahasa
Metafora: "Hatinya adalah lautan yang dalam,
penuh misteri dan rahasia yang tak terduga." (Metafora digunakan untuk
menggambarkan perasaan seseorang dengan cara yang lebih ekspresif.)
Simile: "Kata-katanya tajam seperti pisau,
melukai perasaan siapa pun yang mendengarnya." (Simile membandingkan dua
hal dengan menggunakan kata "seperti" atau "bagai.")
Personifikasi: "Angin malam berbisik lembut di
telinga, seakan membawa cerita dari masa lalu." (Personifikasi memberikan
sifat manusia pada benda mati atau konsep abstrak.)
Hiperbola: "Aku sudah menunggu selama seribu
tahun hanya untuk bertemu denganmu." (Hiperbola digunakan untuk memberikan
efek dramatis atau penekanan yang berlebihan.)
Ironi: "Oh, betapa bahagianya diriku ketika
melihatmu lupa dengan semua janji yang kau buat." (Ironi mengungkapkan
sesuatu dengan cara yang berlawanan dari makna sebenarnya untuk menyampaikan
sindiran atau sarkasme.)
Dengan memahami dan menggunakan gaya bahasa yang
tepat, seorang penulis dapat memberikan warna dan keunikan pada ceritanya,
membuatnya lebih menarik dan berkesan di mata pembaca. Gaya bahasa juga
membantu penulis untuk menyampaikan ide atau emosi dengan cara yang lebih kuat
dan berpengaruh.
Dalam cerpen Bahasa Madura, atau carpan, gaya Bahasa
juga akan berdekatan dengan dialek-dialek yang ada di Madura, serta adanya
perbedaan dalam menggunakan Bahasa, mulai dari Bahasa paling rendah, Bahasa
tengah, dan Bahasa tinggi atau halus, tentu hal-hal semacam ini tidak bisa
serta-merta hilang, sebagai bagian identitas Bahasa.
Alangkah baiknya dalam menulis cerita pendek berbahasa madura, menggunakan Bahasa tenga’an ketika membuat narasi, sehingga tidak terlalu kasar, serta juga tidak terasa terlampau halus.