Okara Kakanthen: Tradisi Permainan Kata dalam Bahasa Madura

Pengantar

Bahasa Madura tak hanya menyimpan kekayaan kosakata, tetapi juga kekuatan dalam membangun bunyi, irama, dan permainan kata yang disebut sebagai "Okara Kakanthen".
Ini merupakan bentuk ekspresi sastra lisan yang menggabungkan dua kata (atau dua suku kata, baik di awal maupun di akhir kata), untuk menciptakan keharmonisan bunyi, kekuatan makna, dan daya estetika.

Okara Kakanthen bukan sekadar kata, tapi laku seni berbahasa. Ini merupakan kecerdikan orang Madura, sebelum melontarkan kata-katanya, ucapannya, kata-kata dipikirkan agar tidak mencederai perasaan orang lain.

Definisi Okara Kakanthen

Okara Kakanthen adalah seni menggabungkan kata (OCA’) atau kalimat (OKARA), baik dari sisi guru sowara (bunyi vokal/akhir kata) maupun guru aksara (struktur awal kata), untuk menciptakan satuan bahasa yang enak didengar, kuat secara imajinatif, dan mengandung nilai seni.

Biasanya digunakan dalam:

  • Sastra lisan
  • Careta (cerita)
  • Tembang jenaka
  • Ucapan-ucapan menghibur atau satir

Macam-Macam Bentuk Okara Kakanthen

a. Guru Sowara: Okara Kakanthe ini merujuduk pada persamaan bunyi suku kata akhir kata. Dalam kata yang diucapkan, mengandung suara yang sama di akhir suku kata akhirnya Persamaan atau pengulangan bunyi akhir. Mari kita nikmati conton di bawah ini:

OCA’: Ta – Ta – Ta,

tiga unsur suku kata tersebut (akan) menjadi kalimat atau okara seperti ini:

baTA – etaTA – eparaTA

Oca’: Ja – Ja – Ja : bisa menjadi kalimat seperti ini: JA – ta’ baJA kalowar baJA pas agabay babaJA (etoles kalaban horof raja, kapital melle Lekkas ekangarte, ditulis dalam huruf kapital biar cepat paham).

Oca’: Ke’- Ke’ – Ke’: bisa menjadi kalimat seperti ini: oreng laKE’ mon ta’ laKE’ ta’ kenneng koca’ lalaKE’.

Oca’: Tong – Tong – Tong: bisa menjadi kalimat seperti ini: oreng aTONG, pejer aronTONG tor manyetTONG.

Oca’: Ur – Ur: bisa menjadi kalimat seperti ini: bila ma’mUR manossa reya pas takabbUR.

Kalimat itu tidak ditekankan pada makna logis, tetapi pada estetika bunyi dan alur ritmisnya.

b. Guru Aksara:

Pengulangan struktur kata atau nama (benda), ada yang mengatakan bahwa pengulangannya ada pada bunyi keccap/vocal pada awal kata. Mari kita lihat contohnya saja, biar lebih gampang:

Oca’: Salimin, Salomon, Salamet: bisa menjadi kalimat seperti ini: Salimin, Salomon, Salamet sakanca’an. (contoh ini cukup mudah, masih pada Sa – Sa – Sa tapi kemudian ini memfokuskan pada kata atau nama). Kita kasih contoh lagi:

Oca’: Tatak – Tagen – Taronggu: bisa menjadi kalimat seperti ini: mon atena TATAK tantona TAGEN tor TARONGGU (ini disebut persamaan bunyi awal dari kata Ta – Ta – Ta).

Oca’: Pa-apa – Papadha – Paadhil: bisa menjadi kalimat seperti ini: bantowan PA-APA e ban-sabban sakola’an reya PAPADHA ban PA-ADHIL (ini yang disebut kalimat, papadha ini merupakan pengulangan dua suku kata awal, yang awal padha-padha, menjadi papadha, apa-apa menjadi Pa-apa, sedangkan kata untuk Pa-Adhil merupakan gabungan dua kata juga, sehingga tergabung jadi Pa-adhil). Mari kita pada contoh lain:

Oca’: Kratap – Krotop – Jendhar – Jendhur: bisa menjadi kalimat seperti ini: monyena dhapor katonon kratap, krotop, jendhar, jendhur. Satu lagi:

Oca’: Tata – Tartep – Tore – Toro’: bisa menjadi kalimat seperti ini: Badhana tata tartep e sakola’an tore kodu toro’.

Nama dan contoh kalimat ini dipilih bukan karena makna, tetapi karena kesamaan pola awal yang menyatu secara ritmis.

c. Oca’/Okara Guru Lumaksito: merupakan okara kakathen, yang kata atau suku kata atau bahkan kalimat bisa digunakan lebih dari satu kali. Langsung saja pada contohnya:

1. Pekkeranna orang sateya jimet, metmet tor gumatek

2. E malem jum’at oreng padha moji-moji (moja-moji) dha’ Guste Allah.

3. Napso-napso se agiba juba’ dha’ aba’ reya ja’ toro’

4. E sakola’an-sakola’an padha mabadha kagiadan Ramadhan

Yang C/Lumaksito lebih pada pengulangan saja.

 

d. Kalimat Kombinasi Bunyi dan Imaji

Kalimat seperti:

mon-car, man-cor-ong, e ka cer-ra, gu-mo', eapet ra-mo' (arena moncar, mancorong, ekacerra gumo’ eapet ramo’, aneka metthek neng buku PANDUMAN BASA MADURA, R.P ABD. SUKUR NOTOASMORO, penyunting, Dr Muhammad Saidi, M.Pd., M.M. hal. 412)

...adalah bentuk sempurna dari Okara Kakanthen. Ia menampilkan:

  • Pola bunyi berulang: car-cor, cer-gum, pet-mot
  • Irama cepat, mengalir, bahkan bisa digunakan untuk puisi atau lawakan

Kalimat seperti ini tidak harus logis, tapi bermakna rasa — penuh jenaka, parodi, dan musikalitas.

4. Fungsi dan Nilai Budaya

  • 🗣️ Sarana komunikasi ekspresif
  • 🎭 Wadah humor, kritik sosial, dan kebijaksanaan rakyat
  • 🧒 Alat didaktik dalam sastra anak
  • 🎼 Bahan lagu dan tembang lisan

🔸 5. Penutup

Okara Kakanthen menunjukkan bahwa orang Madura bukan hanya bisa berbicara — tetapi bermain dengan kata, merangkai bunyi menjadi rasa, dan menciptakan seni dari tutur.
Dalam dunia yang cepat, okara kakanthen adalah cara orang Madura melambatkan waktu untuk menikmati suara.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak