Kaget Melihat Adab
Rowi El-Hamzi, Madura
Lalampan.com—1447. Ada jenis manusia baru di zaman ini — yang
terlalu lama hidup tanpa adab, hingga ketika melihat orang lain beradab, mereka
kaget. Refleks menuduh: feodal.
Mereka sudah lupa bahwa berdiri di hadapan guru bukan bentuk
perbudakan, tapi penghormatan. Bahwa mencium tangan orang tua bukan ritual masa
lalu, tapi tanda masih ada hati yang mengenal terima kasih.
Tapi bagi mereka yang terbiasa membantah sebelum mendengar,
menyela sebelum paham, dan menilai sebelum belajar, adab
memang tampak asing. Seperti bahasa tua yang tak lagi mereka kuasai.
Lucunya, mereka menyebut diri modern — padahal tak paham
bedanya kesetaraan dan kesewenang-wenangan. Mereka bicara tentang kemajuan,
tapi tak tahu bahwa kemajuan tanpa adab hanyalah kebodohan yang lebih bergaya.
Miris, memang. Zaman di mana yang sopan ditertawakan, yang
hormat dituduh menjilat,dan yang menjaga adab dianggap belum melek zaman.
Padahal yang benar bukan siapa yang paling lantang bicara,
tapi siapa yang masih tahu kapan harus diam — karena di hadapan ilmu, yang
beradab akan menunduk, sedang yang tak beradab, tak tahu lagi ke mana harus
memandang.
***
Guru
Bukan kami anti kritik. Kami hanya tak rela ketika hormat
dijadikan hiburan.
Bagi sebagian orang, video itu mungkin hanya sudut pandang.
Bagi kami, itu duri yang menancap di nama seorang guru — orang yang hidupnya
habis untuk mendidik, mendoakan, dan memaafkan.
Kami tidak sedang marah, kami sedang menjaga sesuatu yang
nyaris punah: adab. Sebab dunia ini makin pandai berbicara, tapi lupa cara
menunduk.
Kami diajarkan: ambil hikmah dari siapa pun, bahkan dari orang
gila sekalipun. Tapi jika kritik lahir dari niat merendahkan, ia bukan lagi
nasihat — hanya kesombongan yang bersuara.
Maka jangan sebut kami reaktif,
kami hanya menolak diam saat kehormatan diinjak. Sebab ketika yang benar memilih diam, yang salah akan mengira dirinya benar.