Saya tidak tahu harus mulai dari mana… he he yang
jelas saya masih sehat-sehat saja, meskipun dalam lima terakhir ini saya
abanjan ka bara’ ka temor, abanjan itu Pulang-Pergi setiap hari seperti
strikaan jalan, dari rumah ke tempat kegiatan. Kenapa saya sebut tempat
kegiatan, karena bukan tempat kerja, kalau transport alhamdulillah cukup karena
kegiatan ini untuk kurang lebih dua bulan setengah, ya semacam belajar coding, sebuah
pemerograman yang diinisiasi oleh kemendikdasmen beserta kecerdasan buatannya,
kata coding sudah terserap jadi koding, sehingga pelatihannya berbunyi
Pelatihan Koding dan Kecerdasan Artifisial (Buatan).
Tapi saya tidak mau menjelaskan isinya, kalau mau
belajar beli bukunya lah. Jadi setelah lima hari barcoding-coding ria, saya
memutuskan untuk melepaskan penat dengan berscroll-scroll kebudayaan online
yang ternyata cukup menggiurkan, ha ha.
Saya pun membuat status WhatsApp pada 18.07 (06.07)
ini jam terkirimnya, tapi saya mendesainnya sejak awal maghrib, entahlah dimana
saya menemukan inspirasi, serta oleh sebab apa saya mesti membuat desain macam
itu. Lalu kemudian kolega dari Balai Bahasa koment pada status saya tersebut,
dia menulis begini:
“Khazanah sastra daerah yang bisa dijadikan
ensiklopedia, apa ya?” tentu saya cukup aoleng, langsung bertanya-tanya juga, saya
kemudian mengingat-ingat ulang, seperti pantun, sepertinya pantun ada di semua suku/bahasa
yang ada di Indonesia. Dalam Bahasa Indonesia sendiri juga ada sebutan
peribahasa, lalu Peribahasa Madura yang biasa dikenal dengan Parebasan itu apa,
benarkah itu bagian dari sastra (daerah) Madura.
Saya jadi bertanya-tanya benarkah kita, daerah
memiliki kekhasan sastra daerah, tembang, macapat, dongeng, cerita rakyat, puisi
tradisional, cerita lisan, bukankah nama secara umum, saya justru bertanya pada
diri saya sendiri, yang mana yang layak/standart menjadi sastra Madura? Atau karena
kesusastraan atau seluruh karya yang berbentuk “SASTRA” kemudian disebut dengan
sastra Madura, jujur dengan pertanyaan tersebut, saya ingin mengumpulkan
beberapa pendapat dari berbagai tokoh-tokoh sastra di Madura.
Dalam beberapa buku kemaduraan, sastra madura meliputi
hal-hal seperti ini:
Parebasan, bentar, saya cek dulu peribahasa
jawa di google, ternyata ada. Hanya tentu beda Bahasa.
Paparigan/Paparekan ternyata juga ada
di berbagai wilayah suku/Bahasa daerah lain, bukan hanya di Madura (tentu saja
hanya berbeda bahasanya).
Apalagi hanya
sebatas “PANTUN” semua Bahasa yang ada dalam Indonesia, mungkin
hingga Malaysia memiliki pantun.
Dhin-andhin, ini contohnya seperti:
Seperti api dalam sekam. Sastra ini mirip dengan dengan Parebasan.
Saloka ini juga hampir mirip
dengan Parebasan, seperti badha pakon badha pakan (ada tugas ada bayaran).
Rora Basa sudah biasa digunakan
dalam Bahasa Indonesia, seperti bangun tidur (ini bangun dari tidur), menjahit
baju (ini maksudnya menjahit kain agar menjadi baju), menjaga padi (ini
maksudnya menjaga sawah yang ditanami tumbuhan padi agar tidak disantap burung-burung),
memikul air (ini maksudnya memikul ember yang ada airny), hanya saja dalam Bahasa
Madura, ya tentu menggunakan Bahasa madura: Ajai’ Kalambi, ya ajai’ kaen sopaja
daddi kalambi, moger nyeor, ya moger bungkana nyeor, Mekol jindhul, yaitu mekol
ember se ekabaddha jindhul tor samacemma.
Kerata Basa seperti ini kalau dalam Bahasa
jawa: Tandur = noto karo mundur. Tayup =
ditata supaya guyup. Nah ini contoh dalam Bahasa Madura: tongket, settong
saeket otaba etongtong etekket, kento’: sela epasekken gi’ epangalto’, pajung: pa-apa
se ejungjung.
Masih ada:
Bangsalan, Kakaten, Bak-tebbagan, Gancaran, Kejung, Tembang, Oca’ Keyasan, namong karena males, jadi saya hentikan, mungkin mau saya edit besok lagi, Ok!!! Nah kira-kira yang mana yang masuk kategori SASTRA MADURA yang khas itu, apa karena Bahasanya yang menggunakan Bahasa Madura, lantas iya disebut SASTRA MADURA?