Dalam kebisingan dunia yang dipenuhi dengan gembar-gembor romansa, ada satu kisah yang terus berjalan dalam keheningan: kisah seorang jomblo abadi. Ini bukan kisah tentang kesedihan atau ketidakberdayaan, melainkan tentang perjalanan panjang seseorang yang entah bagaimana, dari waktu ke waktu, tetap teguh dalam kesendiriannya. Sebuah jalan sunyi yang bukan hanya dilalui dengan pasrah, tapi juga dengan keanggunan seorang filsuf yang merenungkan makna eksistensi.
Kejombloan yang tak berkesudahan ini bukanlah kutukan,
bukan pula hasil dari nasib buruk atau konspirasi semesta. Ini adalah sebuah
simfoni kehidupan yang unik, di mana setiap nada disusun dari ritme malam yang
panjang tanpa pesan 'Selamat tidur' dan pagi yang tenang tanpa ucapan 'Selamat
pagi, sayang'. Bukannya menyesali, seorang jomblo abadi justru belajar
menikmati simfoni ini, dengan segala naik-turun nada yang mengiringinya.
Banyak yang bertanya, mengapa seseorang bisa betah
dalam kejombloan yang tampaknya tanpa batas ini? Apakah karena terlalu pemilih?
Apakah karena kurang berusaha? Atau, mungkinkah ada konspirasi tak kasatmata
yang menghalangi segala bentuk hubungan romantis? Kenyataannya, jomblo abadi
bukanlah orang yang tidak memiliki kesempatan untuk menjalin hubungan,
melainkan seseorang yang telah berdamai dengan kesendirian dan bahkan menemukan
keindahan di dalamnya.
Setiap orang yang bertahan dalam kejombloan memiliki
kisah uniknya sendiri. Ada yang pernah mencintai, namun memilih untuk tidak
lagi terjun dalam pusaran yang sama. Ada yang menunggu seseorang, yang entah
siapa dan di mana. Ada yang benar-benar telah menyerahkan segalanya pada
takdir, membiarkan angin kehidupan membawa mereka ke mana pun tanpa beban
harapan akan pasangan. Dan ada juga yang dengan bangga mengibarkan bendera
kejombloan sebagai simbol kebebasan absolut.
Maus jugan
- Khazanah Kejombloan
- Dinamika Keribetan Berjomblo
- Literatur Kritik Sastra
- Tekos Juwang, Nyalonor Nyellor Ngambang
- Kaum Milenial dan Literasi Digital
Namun, kejombloan yang abadi bukan berarti hidup tanpa
cinta. Justru sebaliknya, cinta hadir dalam berbagai bentuk lain yang tak kalah
indah. Dalam secangkir kopi yang menemani pagi yang hening, dalam buku yang
terbuka di meja kerja, dalam tawa lepas bersama teman-teman di akhir pekan.
Cinta tidak selalu berbentuk pasangan; ia bisa menjelma dalam kehangatan
keluarga, dalam pelukan seekor kucing yang tidur di pangkuan, atau dalam
kesibukan menciptakan karya yang bermakna.
Jomblo abadi juga tidak berarti hidup dalam
kesendirian yang pilu. Ada kebebasan yang tak tertandingi dalam menentukan arah
hidup tanpa harus menyesuaikan langkah dengan siapa pun. Ada kenikmatan dalam
menikmati waktu sendiri tanpa batasan, tanpa kewajiban membalas pesan dengan
cepat atau membuat kompromi dalam setiap keputusan. Dalam dunia yang penuh
dengan ekspektasi akan hubungan romantis, menjadi jomblo abadi bisa jadi adalah
bentuk perlawanan kecil terhadap narasi bahwa kebahagiaan hanya bisa ditemukan
dalam dua orang yang saling berpegangan tangan.
Mungkin ada saat-saat ketika kejombloan terasa seperti
lubang kosong yang sulit diisi. Seperti malam-malam hujan yang terasa lebih
dingin dari biasanya, atau momen-momen ketika melihat pasangan lain saling
menatap dengan penuh cinta. Namun, setiap jomblo abadi tahu bahwa rasa sepi
bukanlah musuh, melainkan bagian alami dari hidup yang bisa dinikmati dalam
diam. Sepi adalah ruang refleksi, tempat seseorang bisa benar-benar mengenal
diri sendiri tanpa distraksi dari ekspektasi orang lain.
Tentu, dunia tidak selalu ramah terhadap mereka yang
memilih atau terpaksa berada dalam status jomblo abadi. Pertanyaan-pertanyaan
datang seperti hujan yang tak diundang: "Kapan nikah?", "Kok
masih sendiri?", "Nggak takut sendirian terus?". Seolah-olah
kejombloan adalah teka-teki yang harus segera dipecahkan, atau penyakit yang
harus segera disembuhkan. Padahal, tidak semua orang memiliki takdir yang sama
dalam urusan cinta. Dan tidak semua orang mendambakan akhir yang sama.
Bagi sebagian orang, kejombloan bukanlah perjalanan
yang menunggu tujuan akhir berupa pasangan hidup. Itu adalah sebuah ekspedisi
panjang yang membawa seseorang menjelajahi berbagai aspek kehidupan yang sering
kali terlewatkan dalam hubungan romantis. Dunia ini luas dan penuh warna, dan
ada begitu banyak hal yang bisa dicintai di luar dari seorang pasangan.
Jadi, apakah kejombloan ini benar-benar tak akan
pernah berakhir? Jawabannya tentu saja iya, karena manusia baru akan terus
lahir dan ada yang akan tetap sendiri. Bukan karena kengenesan, tetapi karena
kehidupan selalu memberikan kemungkinan tanpa batas. Yang pasti, bagi mereka
yang menjalaninya dengan hati yang ringan, kejombloan bukanlah sesuatu yang
harus ditakuti atau disesali. Ini adalah sebuah perjalanan, seperti sungai yang
mengalir dengan tenang menuju laut, tanpa terburu-buru dan tanpa beban ekspektasi.
Dan jika memang suatu saat cinta datang mengetuk, biarkan ia hadir tanpa paksaan, tanpa kegelisahan. Jika tidak, biarkan kejombloan tetap menjadi teman yang setia, yang mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati tidak selalu harus dibagi dengan seseorang, tapi bisa ditemukan dalam diri sendiri, dalam kesunyian yang damai, dan dalam kebebasan yang tak ternilai harganya.