Di tengah dinginnya malam Desember 1909, di sebuah
ruangan kecil di belakang Gereja Katolik Trinity, Jerman, sekumpulan pemuda
berkumpul. Mereka bukan ingin beribadah, melainkan memberontak secara diam-diam
terhadap dominasi klub gereja setempat. Dalam keterbatasan dan tekanan, mereka
menyalakan api kecil yang akan menyala terang hingga lebih dari seabad
kemudian.
Malam itu, tanggal 19 Desember 1909, lahirlah Ballspielverein
Borussia 09 e.V. Dortmund, atau yang kini lebih dikenal dengan nama Borussia
Dortmund. Nama "Borussia" sendiri diambil dari pabrik bir lokal
bernama Borussia Brauerei, tempat favorit para pendirinya. Namun, dalam cakupan
sejarah yang lebih luas, kata Borussia merupakan bentuk Latin dari Prussia,
wilayah bersejarah bangsa Jerman. Maka sejak awal, klub ini sudah mengikat dua
akar: satu pada tanah lokal, satu lagi pada identitas nasional.
Dari Lahan Industri Menuju Panggung Dunia
Borussia Dortmund bukan hanya klub sepak bola. Ia
adalah anak kandung dari masyarakat pekerja di Dortmund, kota industri di
wilayah Ruhrgebiet. Di sanalah para buruh, pengrajin, dan pekerja tambang
membangun mimpi tentang sebuah klub yang mewakili suara mereka. Klub ini bukan
milik elit, bukan pula boneka investor. Ia tumbuh dari peluh dan perjuangan
rakyat biasa.
Perjalanan BVB penuh liku. Hampir bangkrut, terpuruk
di divisi bawah, bahkan sempat nyaris menghilang dari peta sepak bola Jerman.
Namun dari puing-puing kehancuran itu pula, semangat mereka diuji dan
diperkuat. Kebangkitan mereka pada era 1990-an dan awal 2000-an menjadi bukti:
bahwa klub ini tak bisa dibunuh oleh krisis, selama ada satu hal yang terus
menyala—Echte Liebe, cinta sejati.
Echte Liebe: Bukan Sekadar Slogan
Slogan ini bukan permainan kata-kata belaka. Echte
Liebe hidup dalam nyanyian suporter, dalam air mata kekalahan, dan dalam
pelukan kemenangan. Cinta ini bukan cinta yang tergantung hasil, melainkan
cinta yang bertahan di musim terburuk sekalipun. Seorang suporter BVB pernah
berkata, "Kami tidak mencintai karena mereka menang. Kami mencintai
karena mereka adalah bagian dari kami."
Tak heran jika stadion mereka, Signal Iduna Park,
menjadi salah satu tempat paling ikonik dalam dunia sepak bola. Kapasitas lebih
dari 80 ribu penonton nyaris selalu penuh. Tapi yang paling mengguncang dunia
adalah Tribun Selatan—tempat berkumpulnya lautan manusia yang dikenal dengan
sebutan The Yellow Wall.
The Yellow Wall: Tembok yang Bernyawa
Mereka bukan sekadar penonton. Mereka adalah nyawa.
Ribuan orang dengan seragam kuning hitam, berdiri sepanjang pertandingan,
menyanyikan lagu-lagu penyemangat tanpa henti, menciptakan atmosfer yang
membuat nyali lawan ciut sebelum peluit pertama dibunyikan.
Bahkan, di saat pertandingan besar, stadion Dortmund
menggema dengan lagu penuh emosi: “You’ll Never Walk Alone.” Sebuah lagu yang
tidak hanya milik satu klub, tapi telah menjadi nyanyian suci bagi para pecinta
sepak bola sejati. Ketika para suporter Dortmund menyanyikannya dengan tangan
saling menggenggam dan mata berkaca-kaca, terasa bahwa di sana, di bawah
sorotan lampu stadion, cinta sejati bukan mitos. Ia nyata, ia hidup, dan ia
bergetar bersama setiap bait lagu.
Yellow Wall bukan sekadar dinding suporter, tapi
dinding perasaan. Di sanalah teriakan cinta sejati bergema. Di sanalah
"Echte Liebe" menjelma menjadi denyut kolektif yang mengguncang
stadion, dan menggetarkan jiwa para pemain.
“Ketika kamu bermain di hadapan The Yellow Wall,” kata
seorang mantan pemain BVB, “kamu merasa seperti ada 25.000 jiwa yang menolak
kamu menyerah. Bahkan saat tubuhmu lelah, cinta itu membuatmu terus berlari.”
Die Schwarzgelben: Si Hitam Kuning yang Tak Pernah
Pudar
BVB dikenal pula dengan julukan Die Schwarzgelben,
yang berarti Si Hitam Kuning. Hitam dan kuning bukan sekadar warna jersey; ia
adalah bendera emosi, lambang perlawanan, dan pelindung identitas. Meskipun
jersey mereka lebih didominasi warna kuning, urutan kata dalam bahasa Jerman
tetap memosisikan "hitam" di depan, sesuai konvensi linguistik.
Namun dalam lidah para suporter Indonesia, “Si Kuning
Hitam” pun terdengar tak kalah puitis. Sebuah metafora tentang semangat yang
menyala di tengah kegelapan, tentang cinta yang tetap hidup meski diguncang
badai.
Lebih dari Sepak Bola
Borussia Dortmund adalah kisah tentang identitas,
tentang rakyat yang bersatu di bawah warna kuning hitam. Tentang sebuah klub
yang tidak pernah dibangun oleh uang, tapi oleh tekad, solidaritas, dan,
ya—cinta sejati.
Dalam dunia yang semakin pragmatis dan terjerat
bisnis, BVB tetap berdiri sebagai pengingat bahwa sepak bola bisa tetap murni.
Bahwa "cinta sejati" itu ada, tumbuh di atas tanah industri, dan
bersuara paling lantang lewat The Yellow Wall, lagu yang menyatukan, dan warna
yang melambangkan perlawanan.
Borussia Dortmund bukan hanya klub. Ia adalah
keyakinan.
Ia adalah UMPAN LAMBUNG yang selalu menuju hati.