Kesejahteraan Dalam Islam





Lalampan.com. 1444. Sebenarnya bukan hanya islam, namun seluruh agama pun sepakat bahwa setiap umat membutuhkan yang namanya kesejahteraan, kesetaraan, dan keadilan, namun sejauh ini implementasi dari semua itu masih sangat lemah, jauh dari harapan, kemiskinan, diskriminasi masih mewarnai kehidupan umat beragama, dan berhubung saya berada di lingkungan islam, saya mencoba menuliskannya bagaimana dalam islam menjabarkan kesejahteraan dan kesetaraan. Islam sangat menekankan bahwa tidak boleh ada yang sangat Unggul atau kemudian ada yang sangat rendah (miskin) banget, dimana hal itu terungkap dalam bingkai zakatnya.

Namun sayangnya, banyak orang yang tidak mengumpulkan zakatnya, sehingga ada yang sangat kaya, ada pula yang sangat miskin. Bukan sebatas zakat fitrah, namun zakat-zakat yang lain juga harus dikeluarkan. Indonesia terkenal sebagai negara paling dermawan. Jika kita melihat setiap hari di media-media, bahwa orang selalu bersedekah, apalagi ketika ada link kita bisa dot, itu dalam waktu dekat semuanya bersedekah, tapi sampai sekarang, masih banyak yang belum keluar dari zona kemiskinan.

Ambang batas minimum kemiskinan ini memang berbeda-beda setiap negara, agama hingga individu, namun yang perlu digaris bawahi adalah kesejahteraan itu adalah terpenuhinya kebutuhan dasar sehari-hari, mulai dari makanan, baju, tempat tinggal (perumahan) hingga kesehatan, oleh karena itu islam memberikan patokan dalam Maqashid Syari’ah yaitu menjaga Agama (Hifdz Ad-din), Jiwa (Al-Nafs), Akal (Al-‘Aql), harta (Al-Mal) hingga keturunan (al-Nasl). Satu hal pertama adalah menjaga agama, ini berurusan langsung dengan tanggung jawab manusia dengan Tuhan, namun hal itu harus selesai dulu dengan urusan Jiwa, keselamatan jiwa, keselamatan akal hingga keselataman keturunan, bukan bermaksud mengenyampingkan melainkan ada sisi-sisi tertentu, ketika empat hal terakhir terpenuhi, maka akan sangat mudah untuk menjaga agama.

Dari hal seperti itu agama (islam) memberi arahan dalam menikmati makanan yaitu dalam batas halalan thoyyibah agar tidak membawa kecemasan, kecemasan ini akan merusak konsentrasi dalam pikiran (akal, Al-Aql), jika pikiran rusak, bekerja tidak akan maksimal, jiwa juga akan tergoncang. Ketika jiwa mendapatkan goncangan, bukannya hanya dirinya yang akan rusak, bisa jadi ia akan berpengaruh terhadap lingkungan masyarakat. Konsep hahalan thoyyibah, sangat sederhana namun elegant sekaligus menjadi hal yang paling mendasar untuk menjaga kelangsungan kehidupan bermasyarakat. Dengan halalan thoyyibah pula, islam memberikan standart agar seluruh umatnya bisa menikmati kekayaan alam yang terkandung di buminya.

Untuk membuat masyarakat, umat, jamaah, rakyat sejahtera pada dasarnya bukanlah uang yang melimpah, banyak uang namun tidak dapat menikmati makanan yang ada juga tidak bisa. Ini bukan untuk mengkritik bahwa sekarang adalah zamannya uang. Tidak. Bukan. Lebih kepada upaya membangun kesadaran bahwa bukan hanya beras saja yang boleh kita makan untuk mendapati diri kita sejahtera. Ada banyak hal di lingkungan kita yang sudah masuk kategori halalan thoyyibah, namun sayangnya sekarang tumbuhan dan makanan itu nyaris dikucilkan, seperti ubi-ubian, longga, ketela hingga berbagai macam palawija.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak