Puisi MATA LUKA SENGKON KARTA

Puisi MATA LUKA SENGKON KARTA-Peri Sandi Huizache


Puisi ini kami ambil dari link ini "Sengkon dan Karta" Klik saja ya. ini merupakan puisi yang cukup viral karena sepertinya cukup lama tidak hadir puisi seperti ini. Puisi ini ditulis oleh Peri Sandi Huizache


MATA LUKA SENGKON KARTA

Puisi karya : Peri Sandi Huizache

 

 

Serupa Mas Kumambang.

Pupuh Mengantarkan Wejangan Hidup

Kecapi, Dalam Suara Sunyi Menyendiri

Pupuh dan Kecapi Membalut nyeri

Menyatu dalam Suara Genting

Terluka, Melukai, Luka-luka,

Menganga akibat ulah Manusia

 

Terengah-engah dalam tabung dan Selang

 

Aku Seorang Petani bojongsari

Menghidupi mimpi dari pada yang ditanam sendiri

Kesederhanaan panutan hidup

Dapat untung di lipat dan ditabung

1974 tanah air yang kucinta berumur 29 tahun

Waktu yang muda bagi berdirinya sebuah negara

Lambang garuda, dasarnya pancasila, undang undang 45

Merajut banyak peristiwa.

Peralihan kepemimpinan yang mendesak

Bung karno, diganti pak harto

dengan dalih keamanan negara

 

Pembantaian enam jendral,satu perwira

enam jam dalam satu malam

matiii, dilubang tak bergunna !

Tak ada dalam perang mahabarata

Bahkan di sejarah dunia

Hanya disejarah Indonesiaaa.

 

Pemusnaan Golongan kiri

PKI wajib mati

Pemimpin Otoriter, repelita

Usaha Pembangunan lima tahun

Bisa jadi usaha pembantaian lima tahun

 

Di tahun tahun berikutnya, kudapati penembak misterius

Tak ada salah apalagi benar, tak ada hukum negara.

Pembantaian dimana mana

Diburu sampai got dor dimulut,

dor dikepala, diikat tali, dikafani karung.

Penguasa punya tahta

yang tidak ada

bisa di ada-ada

 

Akulah Sengkon yang sakit

Berusaha mengenang luka

di bahu,dipunggung, dibatuk yang berlapis tuberkulosis

 

Malam Jum'at 21 Nopember 1974

Setiap malam jumat yasin dilantunkan dengan hikmat

Bintang-bintang berzikir dikedipanya

Suara-suara binantang melengkingkan pujian untuk tuhan.

Istriku

Masih mengenakan mukenah

Mengambilkanku minum dari dapur

Dikejauhan! terdengar suara warga desa gaduh

"Adili si keluarga rampok itu"

"Ya...Usir saja dari kampung ini"

"Bakar saja rumahnya"

"Betuuul"

 

Dilubang bilik banyak obor dan petromak menyala

Teriakan tegas

"Sodara Sengkon, Sodara sudah dikepung ABRI!"

"Kalau mau Selamat menyerahlah"

"Sodara sudah tidak bisa kaburr !"

 

Istriku kaget dan berkata

"Kok kamu kang?"

Kebingungan

"Demi Allah, Saya tidak berbuat jahat!"

Masih dalam suara yang samaa

"Kalau sodara tidak keluar !"

"Kami akan memberikan tembakan peringata"

"satuuuuu, duaaaaa,tig...."

 

Secepat yang ku bisaaaa

Dipintu Ratusan Warga

Mulai melontarkan sumpah serapahnya

"Anjinggg, tai, babi, bagong, sampahhh"

 

Segalanya ada dimulut warga

Kata-kata tak mewakili peri kemanusiaan

Warga desa bengis seperti Srigala

Tak ada rasa Kasihan

Dari batu sampai bambu

Dari golok sampai balok

Diacung-acungkan kearahku

Serempak berkataa "Allah Akbarr!"

Batuuu, bambu dan balok berterbangan kearahku

 

"Saudara-saudara sekalian,tolong hentikan

Biarkan pengadilan yang memutuskan"

 

Aku masih diselimuti kebingungan

Dibawa rajian seluruh badanku

Kepalaku ditodong senjata laras panjang

Mendekati puluhan Abri dan Polisi

 

"Yaaa....Gantung sajaa!"

"Dasar orang tak tahu diuntung"

"Sampah masyarakat!"

"Bagong siah! setan alas! babi! goblok!

Dulur aing paeh

"gara-gara sia anying! Ku aing dipaehan siah!"

 

duk! dak!

Aku dikerumuni pukulan warga

ABRI dan Polisi ikut ikutan menendang

 

Dooor!

 

Suara tembakan dilangit terdengar sayup

Aku terkapar ditanah

Seorang ABRI menggusurku

Darah dan becek tanah bercampur ditubuh

 

Aku dilemperkan keatas bak mobil

Kondisi sadar dan tidak

 

Selang kejadian

Sesosok tubuh dilemperkan ke bak mobil

ada sebagian tubuh yang menindih

Kuperhatikan wajah yang penuh luka itu

"Karta?"

 

Kami di tangkap atas tuduhan Perampokan juga Pembunuhan!


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak