
lalampan. 1444. Dalam kehidupan berumahtangga, siapa yang tidak
ingin hidup harmonis, damai dan tenteram,
mengingat orientasi berkeluarga hanya demikian. Dengan berkeluarga, kita bisa menjadi
visioner sejati, menjadi pemimpin hakiki, sampai menjadi raja yang tak
tertandingi, walau hanya tingkat
keluarga. Akan tetapi, untuk menuju ke tangga
yang banyak diimpikan oleh banyak keluarga tersebut, tentu tidak mudah. Banyak
aral yang harus dilewati, berbagai medan harus diperangi. Jika hal ini
terealisasi dengan maksimal, jangan heran bila keluarga yang sakinah, mawaddah
dan warahmah tercapai dengan
baik.
Namun dalam berkeluarga rasanya kurang
pas bilamana tidak ada kehadiran seorang anak. Anak merupakan anugerah yang
tiada batas bagi keluarga. Dengan kehadiran seorang anak, keberadaan keluarga
semakin berasa komplit dan kebahagiaan seolah hanya milik keluarga saja.
Begitulah yang dapat kita rasakan bila kehadiran seorang anak melengkapi
keseharian rumah tangga suami-istri.
Secara ekplisit, kita juga bisa
menyadari bahwa kehadiran seorang anak juga bisa menjadi bencana dan pula bisa
mendatangkan kebahagiaan. Ibarat pepatah, anak tak ubahnya pedang bermata dua.
Kalau keluarga—cara mendidikanya baik—anak akan menjadi keberkahan tesendiri
bagi orang tua. Juga sebaliknya, misal anak tidak didik dengan baik—anak akan
menjadi beban dan masalah serius bagi
orang tua. Orang tua harus memperlakukan anak-anaknya dengan baik.(hal.108) pun
juga sebaliknya, seorang anak juga harus memperlakukan orang tua dengan baik pula.
Andaikata simbiosis mutualisme ini berjalan dengan linear dan optimal. Maka
kehidupan berumah tangga yang diidamkan banyak keluarga bisa digapai dengan
baik.
Untuk mendidik anak agar cepat patuh dan
menurut pada orang tua. Solusinya ada pada ibu. Mengapa? Sebab, seorang ibu
memiliki peran yang sangat urgen lagi
sentral dalam menentukan karakter anak.
Gampangnya, anak dikandung oleh seorang ibu, kepekaan memori seorang anak
sangat kentara. Misalkan ketika hamil seorang ibu membaca salawat, maka anaknya
juga akan “agak” sering bersalawat, bisa jadi berbudi luhur. Jika sebaliknya,
ketika hamil ibu lebih senang menggosip, jangan heran bila anaknya juga lebih
rewel dari sang ibu, dan begitulah seterusnya. Semua yang melekat pada anak
tidak akan jauh dari perlakuan ibu semasih mengandunginya.
- Resensi Buku; Kerrong ka Ombâ’
- KEHEBATAN PAK HAMKA DALAM PENJARA
- Memahami Fikih Pandemi
- Lukisan Musim Lalu
Katika lahir pun orang tua juga harus
bersungguh-sungguh dalam mendidik anaknya. Juga jangan lupa, semua yang kita
lakukan—baik berbentuk perbuatan dan perkataan—hendaknya didahului oleh bismillah
dan akhiri dengan alhamdulillah. Suami dan istri biasakan membaca hamdalah
saat selesai makan, mencuci atau membereskan pekerjaan rumah lainnya.(hal.47)
Dari sini kita bisa menggunakan strategi pembelajaran yang koprehensif dalam
mendidik anak. Dalam mendidik tidak hanya dengan perkataan, ada cara yang lebih
baik yakni dengan tindakan. Sebab seorang anak yang memorinya masih rentan dan
terkadang tidak bisa mencerna perkataan orang tua sebab sulit dimengerti oleh
seorang anak. Maka dengan pembelajaran secara tindakan menjadi jalan mudah
untuk dieksekusikan atau ditiru oleh anak.
Isna Laila Nur sebagai penulis buku “Madrasah
Terbaik itu Bernama Ibu” menyajikan suguhan yang sangat relevan dengan
keadaan keluarga di era sekarang. Sebab di dalam buku ini, penulis menyuguhkan
data primer sesuai Ummul Kitab, yakni al-Fatihah. Penulis mencoba
memaparkan data kongret sesuai al-Fatihah dalam mendidik seorang anak dan
membina keluara yang harmonis. Hal yang menjadi nilai lebih dari buku ini,
ialah data-data yang penulis hadirkan dengan menafsiri ayat al-Fatihah secara
tematik. Sehingga pembaca bisa mendapat wawasan baru perihal kedalan ayat
perayat dari al-Fatihah.
Kehadiran buku ini juga semakin urgen
setelah penulis—di bagian bab X—menghadirkan keluarga-keluarga yang tercantum
dalam al-Qur’an. Seperti keluarga Ali Imran, Nabi Ibrahim AS, dan Lukman
al-Hakim dll. Semua keluarga yang tertera di bagian akhir menunjukkan bahwa
keseriusan penulis dalam menggarap buku ini benar-benar hanya untuk memberikan
pemahaman kepada pembaca yang luas, agar menciptakan keluarga yang benar-benar
di ridhoi Allah Swt. Wallahu A’lam
*Penulis
kelahiran Gedangan, Sukogidri, Ledokombo, Jember merupakan alumnus Sekolah
Menengah Atas (SMA) Annuqayah dan Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika)
Fakultas Syariah, Prodi Hukum Ekonomi Syariah (HES). Berkarya dalam bentu
Cerpen, Esai, Opini, Resensi dan Puisi yang sudah tersebar diberbagai media
daring dan luring.